Blog Biology

Selasa, 05 Juni 2012

MENGHITUNG KERAPATAN SPESIES DI BAWAH POHON TINGGI


LAPORAN
EKOLOGI HEWAN
MENGHITUNG KERAPATAN SPESIES DI BAWAH POHON TINGGI





DISUSUN OLEH:
1.      DEWI ANGGRAINI        (0905015052)
2.      EDWAR EDI HARDADI (0905015047)
3.      ISTI NAHARI                    (0905015080)
4.      SALMIATI                         (0905015075)
5.      SUSANTI                           (0905015064)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2012



MENGHITUNG KERAPATAN SPESIES DI BAWAH POHON TINGGI

A.  TUJUAN
1.    Untuk mengetahui indeks keragaman spesies di bawah pohon tinggi
2.    Untuk mengetahui kerapatan spesies

B.  TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat       : Kelurahan Pulau Atas kecamatan Sambutan
Waktu         : Sabtu, 2 Juni 2012

C.  DASAR TEORI
Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan makluk hidup dan lingkungannya. Bumi memiliki banyak sekali jenis-jenis mahkluk hidup, mulai dari tumbuhan dan binatang yang sangat kompleks hingga organisme yang sederhana seperti jamur, amuba dan bakteri. Meskipun demikian semua mahkluk hidup tanpa kecuali, tidak bisa hidup sendirian. Masing-masing tergantung pada mahkluk hidup yang lain ataupun benda mati di sekelilinganya. Misalnya seekor kijang membutuhkan tumbuh-tumbuhan tertentu untuk makanan, jika tumbuhan di lingkungan sekitarnya dirusak maka kijang tersebut harus berpindah atau mati kelaparan. Sebaliknya tumbuhan agar bisa hidup juga tergantung pada binatang untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kotoran binatang, bangkai binatang maupun tumbuhan, menyediakan berbagai nutrisi yang bermanfaat bagi tanaman.
Mempelajari ekologi sangat penting, karena masa depan kita sangat tergantung pada hubungan ekologi di seluruh dunia. Meskipun perubahan terjadi di tempat lain di bumi ini, namun akibatnya akan kita rasakan pada lingkungan di sekitar kita. Meskipun ekologi adalah cabang dari biologi, namun seorang ahli ekologi harus menguasai ilmu lain seperti kimia, fisika, dan ilmu komputer. Ekologi juga berhubungan dengan bidang ilmu-ilmu tertentu seperti geologi, meteorologi, dan oseanografi, guna mempelajari lingkungan dan hubungannya antara tanah, air, dan udara. Pendekatan dari berbagai ilmu membantu ahli ekologi untuk memahami bagaimana lingkungan nonhidup mempengaruhi mahkluk hidup. Hal ini juga bisa membantu untuk memperkirakan atau meramalkan dampak dari masalah lingkungan seperti hujan asam atau efek rumah kaca.
Mereka menganalisa struktur, aktifitas dan perubahan yang terjadi di dalam dan diantara tingkatan-tingkatan ini. Ahli ekologi biasanya bekerja di lapangan, mempelajari cara kerja alam. Mereka sering berada di wilayah yang terisolasi seperti di sebuah kepulauan dimana hubungan antara tanaman dan binatang mungkinlebih sederhana dan mudah untuk dipahami. Misalnya ekologi dari Isle Royale sebuah pulau di danau Superior telah dipelajari secara luas. Banyak ilmuwan yang mengfokuskan pada cara memecahkan suatu masalah, seperti bagaimana cara mengendalikan efek kerusakan polusi udara dan air yang berpengaruh terhadap mahkluk hidup.
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing spesies dan kondisi-kondisi lingkungan.
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit. Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi ikan menurun secara tajam.
Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon cemara dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan di Isle Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang berbeda di dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain dan bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi atau padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya sangat sulit untuk dipastikan.
Sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome. Batas-batas biome yang berbeda pada umumnya ditentukan oleh iklim. Biome yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air. Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi (niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa, jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana dapat direproduksi.
Ahli ekologi memiliki catatan yang panjang tentang beberapa spesies yang menempati peran ekologi tinggi tertentu dalam komunitas tertentu.Berbagai penjelasan banyak yang diusulkan untuk hal ini. Beberapa ahli ekologi merasa bahwa hal ini disebabkan karena kompetisi jika dua spesies mencoba untuk mengisi peran ekologi "niche" yang sama, selanjutnya kompetisi untuk membatasi berbagai sumber daya akan menekan salah satu spesies keluar. Ahli lainnya berpendapat bahwa sebuah spesies yang menempati peran ekology yang tinggi, melakukannya karena tuntutan fisik yang keras tentang peran tertentu tersebut di dalam komunitas. Dengan kata lain hanya satu spesies yang menempati peran ekologi "niche" bukan karena memenangkan kompetisi dengan spesies lainnya, tetapi karena hanya satu-satunya anggota komunitas yang memiliki kemampuan fisik memainkan peran tersebut.
Perubahan komunitas yang terjadi disebut suksesi ekologi. Proses yang terjadi berupa urutan-urutan yang lambat, pada umumnya perubahannya dapat diramalkan yakni dalam hal jumlah dan jenis mahkluk organisme yang ada di suatu tempat . Perbedaan intensitas sinar matahari, perlindungan dari angin, dan perubahan tanah dapat merubah jenis-jenis organisme yang hidup di suatu wilayah. Perubahan-perubahan ini dapat juga merubah populasi yang membentuk komunitas. Selanjutnya karena jumlah dan jenis spesies berubah, maka karakteristik fisik dan kimia dari wilayah mengalami perubahan lebih lanjut. Wilayah tersebut bisa mencapai kondisi yang relatip stabil atau disebut komunitas klimaks, yang bisa berakhir hingga ratusan bahkan ribuan tahun.
Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan populasi itu. Area suatu populasi tidak dapat ditentukan batansnya secara pasti, sehingga kelimpahan (ukuran) populasi pun tidak mungkin dapat ditentukan. Hal demikian terutama berlaku bagi populasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih yang nocturnal atau tempat hidupnya sulit dijangkau. Maka, digunakan pengukuran tingkat kelimpahan populasi per satuan ruang dari yang ditempati yaitu kerapatannya (kepadatannya).
Kerapatan populasi suatu spesies hewan adalah rata-rata jumlah individu per satuan luas area (m2, Ha, km2) atau per satuan volume medium (cc, liter, air) atau per satuan berat medium (g, kg, tanah). Dalam hal-hal tertentu. kerapatan lebih memberikan makna bila dinyatakan per satuan habitat atau mirohabitat. Misalnya, sekian individu cacing usus per individu inang atau sekian individu werwng per rumpun padi. Sehingga terdapat dua pengertian. Kerapatan (kasar) diukur atas satuan ruang habitat secara menyeluruh dan kerapatan ekologis (kerapatan spesifik) didasarkan atas satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempatinya (microhabitat). Kerapatan spesifik lebih memberikan makna antar-hubungan ekologis. Seperti, dengan makin turunnya permukaan air danau, kerapatan populasi ikan dalam danau secara keseluruhan (kerapan kasar) menjadi berkurang, sedang kerapatan ekologisnya makin bertambah. Kerapatan populasi tidak selalu harus dinyatakan sebagai jumlah individu. Apabila ukuran tubuh individu-individu sangat bervariasi, tingkat kerapatan populasi sering dinyatakan sebagai kerapatan biomasa (B).
B= ∑_(i=1)^(i n)▒b atau B=n x b ̅
b= berat tubuh individu
n= jumlah individu
b ̅ = rata-rata berat tubuh individu
Dalam bahasan produktivitas dan energetika di bidang ekologi, adakalanya biomasa dinyatakan dalam satuan bera kering (bebas air) atau satuan energy (kcal, cal, joule). Terdapat suatu kecenderungan umum hubungan berbnading terbalik antara kerapatan dan ukuran tubuh hewan. Spesies hewan yang berukuran tubuh kecil tingkat kerapatannya tinggi, sedang hewan berukuran besar tingkat kerapatannya rendah.
Batas-batas Kerapatan Populasi Dalam habitat alami yang ditempatinya, kerapatan populasi suatu spesies hewan dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu dalam batas-batas tertentu. Batas atas kerapatan ditentukan oleh berbagai faktor, seperti aliran energi atau produktivitas ekosistem, ukuran tubuh, laju metabolism, dan kedudukan tingkatan trofik spesies hewan. Batas bawah kerapatan populasi belum diketahui dengan pasti. Namun, dalam ekosistem yang stabil ada mekanisme homeostatis dalam populasi, yang diduga memegang peranan penting dalam menentukan batas bawah kerapatan.
Intensitas, Prevalensi, dan Kelangkaan Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran). Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu.
Spesies hewan dapat dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut:
1. Prevalensi tinggi (=prevalen) dan intensitasnya tinggi
2. Prevalensi tinggi (=prevalen) tetapi intensitasnya rendah
3. Prevalensi rendah (=terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi
4. Prevalensi rendah (=terlokalisasi) dan intensitasnya rendah.
Badak Jawa dan Jalak Bali bersifat endemic dan merupakan spesies langka yang terancam kepunahan. Ktegorisasi status spesies dengan memperhitungkan dua aspek tersebut sangat penting terutama dalam menentukan urutan prioritas perhatian dan untuk melakukan upaya-upaya kelestarian spesies hewan langka yang terancam punah. Penyebab Kelangkaan Spesies yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dikategorikan sebagai spesies langka. Adakalanya spesies yang intensitasnya tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan dalam kategori tersebut.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab langkanya suatu spesies sangat banyak. Namun, faktor-faktor tersebut mengkin saja tidak sama antara spesies di suatu tempat tertentu dengan spesies di tempat lain.
Kelangkaan suatu spesies dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut:
Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut. Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies tersebut.
Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan daya pemencaran (dispesal) spesies hewan.
Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat ditempati akibat kehadiran spesies lain yang merupakan pesaing, parasit atau predatornya. Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang.
Variasi genetic spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya pun terbatas. Plastisitas fenotipik individu-individu rendah, sehingga kisaran tempat yang dapat diuninya pun terbatas. Kehadiran populasi-populasi spesies lain yang merupakan pesaing, predator dan parasit menekan tingkat kelimpahan populasi spesies hingga rendah sekali, jauh di bawah tingkat kelimpahan yang sebenarnya masih dimungkinkan oleh ketersedian sumber dayanya.


D.  ALAT DAN BAHAN
1.    Alat
a.    Tali rafia
b.    Meteran
c.    Kuadran
d.   pH stick
e.    Higrometer
f.     Thermometer
g.    Camera
2.    Bahan
a.    Semut Hitam
b.    Cacing
c.    Belalang
d.   Semut Merah
e.    Laba-laba
f.     Jangkrik
g.    Kecoa
h.    Kaki Seribu
i.      Orong-orong
j.      Kupu-kupu

E.   PROSEDUR KERJA
1.    Disiapkan raffia
2.    Dibuat plot dengan menggunakan tali raffia dengan ukuran 10x10 meter.
3.    Dilepar kuadran didalam plot sebanyak sepuluh kali lemparan
4.    Dihitung spesies yang terdapat dalam kuadran dalam tiap kali lemparan
5.    Diukur pH tanah dengan menggunakan pH stick didalam plot
6.    Diukur kelembapan udara didalam plot dengan menggunakan hygrometer
7.    Diukur suhu udara didalam plot dengan menggunakan thermometer.
F.   HASIL PENGAMATAN
1.    Tabel Hasil Pengamatan
     Diketahui :
     pH tanah = 5,5
     Suhu = 320C
     Kelembaban udara = 78
a.    Tabel Kerapatan
No
Nama Spesies
KUADRAN
Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Semut Hitam
6
5
20
6
18
27
15
10
8
12
127
2
Cacing
1
2
1
2
5
1
2
1
1
1
17
3
Belalang
1
-
-
-
-
1
-
2
-
-
4
4
Semut Merah
4
3
8
8
3
-
-
-
-
-
26
5
Laba-laba
-
1
-
1
-
-
1
-
3
4
10
6
Jangkrik
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
2
7
Kecoa
-
-
2
-
-
-
-
-
3
-
5
8
Kaki Seribu
-
-
-
-
1
-
2
-
-
-
3
9
Orong-orong
-
-
-
-
1
-
-
2
-
-
3
10
Kupu-kupu
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
198




Perhitungan :
1.         Semut Hitam
2.         Cacing
3.         Belalang
4.         Semut Merah
5.         Laba-Laba
6.         Jangkrik
7.         Kecoa
8.         Kaki seribu
9.         Orong-orong
10.     Kupu-Kupu
b.      Tabel Keragaman
No
Spesies
n
N
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
H
1
Semut Hitam
127
198
0,64
-0,45
-0,29
0,29
2
Cacing
17
198
0,08
-2,52
-0,20
0,20
3
Belalang
4
198
0,02
-3,91
-0,08
0,08
4
Semut Merah
26
198
0,13
-2,04
-0,26
0,26
5
Laba-laba
10
198
0,05
-3,00
-0,15
0,15
6
Jangkrik
2
198
0,01
-4,60
-0,05
0,05
7
Kecoa
5
198
0,02
-3,91
-0,08
0,08
8
Kaki seribu
3
198
0,02
-3,91
-0,07
0,07
9
Orong-orong
3
198
0,02
-3,91
-0,07
0,07
10
Kupu-kupu
1
198
0,01
-4,60
-0,05
0,05
Σ
1,3


Keterangan :
n       : Jumlah Spesies
N      : Jumlah Keseluruhan Spesies
Pi      : Keragaman Spesies
Pi ln Pi          : Keragaman Jenis
H = - (Pi ln Pi)
Htotal = - (Σ Pi ln Pi)
Apabila :
a.       H > 1 , maka indeks keragaman tinggi
b.      H = 1 , maka indeks keragaman sedang
c.       H < 1 , maka indeks keragaman rendah

Perhitungan :
1.      HSemut Hitam
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,29)
         H = 0,29
Dari hasil diatas didapatkan data Hsemut hitam kurang dari 1, yaitu 0,29 sehingga indeks keragaman semut hitam di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

2.      HCacing
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,20)
         H = 0,20
Dari hasil diatas didapatkan data Hcacing kurang dari 1, yaitu 0,20 sehingga indeks keragaman cacing di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

3.      HBelalang
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,08)
         H = 0,08
Dari hasil diatas didapatkan data Hbelalang kurang dari 1, yaitu 0,08 sehingga indeks keragaman belalang di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

4.      HSemut Merah
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,26)
         H = 0,26
Dari hasil diatas didapatkan data Hsemut merah kurang dari 1, yaitu 0,26 sehingga indeks keragaman semut merah di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

5.      HLaba-laba
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,15)
         H = 0,15
Dari hasil diatas didapatkan data Hlaba-laba kurang dari 1, yaitu 0,15 sehingga indeks keragaman laba-laba di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

6.      HJangkrik
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,05)
         H = 0,05
Dari hasil diatas didapatkan data Hjangkrik kurang dari 1, yaitu 0,05 sehingga indeks keragaman jangkrik di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.
7.      HKecoa
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,08)
         H = 0,08
Dari hasil diatas didapatkan data Hkecoa kurang dari 1, yaitu 0,08 sehingga indeks keragaman kecoa di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

8.      HKaki Seribu
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,07)
         H = 0,07
Dari hasil diatas didapatkan data Hkaki seribu kurang dari 1, yaitu 0,07 sehingga indeks keragaman kaki seribu di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

9.      HOrong-orong
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,07)
         H = 0,07
Dari hasil diatas didapatkan data Horong-orong kurang dari 1, yaitu 0,07 sehingga indeks keragaman orong-orong di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

10.  HKupu-kupu
H = - (Pi ln Pi)
H = - (0,05)
         H = 0,05
Dari hasil diatas didapatkan data HKupu-kupu kurang dari 1, yaitu 0,05 sehingga indeks keragaman kupu-kupu di bawah pohon-pohon tinggi adalah rendah.

Indeks Keragaman Total dari keseluruhan spesies yang ada di bawah pohon-pohon tinggi adalah 1,3 , sehingga indeks keragaman total tergolong tinggi.

G.  PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini, yang bertujuan untuk mengetahui indeks keragaman spesies dan mengukur kerapatan spesies di bawah pohon-pohon tinggi di daerah Kelurahan Pulau Atas. Pada pengamatan ini hal yang pertama kami lakukan adalah mebuat plot dengan ukuran 10 x 10 cm menggunakan tali rafia. Setelah itu, kami mengambil data spesies hewan yang ada di plot secara random dengan menggunakan kuadran yang dilempar sebanyak 10 kali secara berturut-turut. Selanjutnya, kami menghitung jumlah spesies yang ada dalam setiap lemparan kuadran. Setelah pelemparan kuadran sebanyak 10 kali selesai dilanjutkan dengan mengukur pH tanah menggunakan pH stick dan  didapatkan pH tanah sebesar 5,5 sehingga daerah penelitian ini termasuk tanah bersifat asam dan cocok untuk habitat beberapa jenis tanaman seperti rambutan, durian, nangka, cempedak, mangga, dan lain-lain. Tanah ini juga baik untuk perkembangan berbagai jenis hewan, sehingga di dalam plot terdapat berbagai jenis hewan seperti semut hitam, cacing, belalang, semut merah, laba-laba, jangkrik, kecoa, kaki seribu, orong-orong dank up-kupu. Setelah itu dilanjutkan lagi dengan mengukur kelembapan udara dengan menggunakan hygrometer dan didapatkan kelembapan udara sebesar 78, dan termasuk daerah yang memiliki kelembaban udara tinggi. Kegiatan terkahir yang kami lakukan yaitu mengukur suhu plot dengan menggunakan thermometer dan didapatkan suhu sebesar 320C, termasuk daerah dengan suhu yang panas.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan yaitu membuat plot dengan ukuran  10 x 10 meter didapatkan indeks keragaman hewan diantaranya semut hitam sebanyak 127 spesies, cacing 17 spesies, belalang 4 spesies, semut merah 26 spesies, laba-laba 10 spesies, jangkrik 2 spesies, kecoa 5 spesies, kaki seribu 3 spesies, orong-orong 3 spesies, dan kupu-kupu 1 spesies. Total keseluruhan spesies adalah 198 spesies, setelah melalui proses perhitungan indeks keragaman spesies maka dapat diketahui bahwa  indeks keragaman tiap  spesies di daerah penelitian yang kami lakukan  tergolong rendah. Namun indeks keragaman total spesies yang terdapat di daerah penelitian yaitu sebesar 1,3 sehingga tergolong tinggi. Dalam artian jumlah tiap spesies yang terdapat di area tersebut jika dibandingkan dengan luas area keseluruhan sangat sedikit, tetapi jika dihitung total spesies yang menempati area tersebut maka total spesies sebanding dengan luas area penelitian yaitu 500 m2.
Hewan yang didapat dalam plot yang kami buat yaitu di bawah pohon-pohon tinggi, hewannya relatif kecil dan beraneka ragam. Hewan yang lebih mendominasi di dalam plot tersebut adalah semut hitam dan semut merah. Semut hitam dan semut merah lebih mendominasi di dalam plot karena sesuai dengan habitatnya yaitu hidup di pepohonan. Adapun hewan yang paling sedikit jumlahnya di dalam plot yaitu kupu-kupu karena habitat dari kupu-kupu yaitu di daerah yang banyak terdapat tumbuhan berbunga.
Di area penelitian kami juga menemukan cacing sebanyak 17 spesies, dan ini tergolong indeks keragaman tinggi sehingga tanah di daerah tersebut tergolong subur.

 
H.  KESIMPULAN DAN SARAN
1.    Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
a.    Indeks keragaman tiap spesies yang terdapat di bawah pohon tinggi pada area penelitian tergolong rendah karena H<1 sedangkan indeks keragaman total spesies di area penelitian tergolong tinggi karena nilai H 1,3 berada pada H>1.
b.    Indeks kerapatan spesies terbesar yang terdapat di area penelitian yaitu kerapatan spesies semut hitam dan semut merah karena kedua spesies itu yang mendominasi area tersebut.
2.    Saran
Semoga laporan yang berjudul menghitung kerapatan spesies di bawah  pohon tinggi  ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Pendidikan Biologi.

 DAFTAR PUSTAKA
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT  Bumi Aksara. Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Susanto, pudyo. 2000. Ekologi Hewan. Jakarta :Departemen Pendidikan
Syafe’i, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Hewan. Bandung: ITB.
http://id.wikipedia.org/ekologI_hewan/dinamika-populasi.html
http://praycorp.blogspot.com/ ekologi hewan/dinamika-populasi.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan comentar, kritik dan saran agar blog ini bisa lebih baik lagi...!

Test IQ